Mengajar anak-anak autis bagiku bukan sekedar sikap tegas dan rasa sabar, tapi sampai sejauh mana kita mampu memahami mereka, memahami mereka ketika sedih, memahami mereka ketika senang, dan terlebih memahami mereka ketika sakit…
Hati dan jiwa mereka sungguh teramat bening dan suci. Mungkin tak salah jika kusebut mereka sebagai anak-anak surga dan penolong bagi orangtua mereka kelak.
Mencoba masuk ke dalam dunia mereka, menyelami apa yang mereka rasa, meski terkadang hal ini begitu sulit bagiku dalam kondisi2 tertentu.
Hal yang paling membuatku sangat terharu, saat mereka larut dalam sebuah situasi yang kuciptakan sendiri, sementara mereka menyambutnya dengan sikap antusias dan tawa yang tulus. Ini kuungkapkan dari pengalamanku mengajak anakku, Ecia yang cantik jelita menari mengikuti irama lagu, hingga ku mendapatinya hadir bersamaku menikmati apa yang kami lakukan dan sejenak kudapati dia jauh dari dunianya sendiri.
Menjadi terapis bagi anak autis, menjaga ketulusan dan kebeningan hati adalah salah satu hal terpenting dalam melakukan sosialisasi dan komunikasi dengan lebih intens. Pancaran mata mereka seakan-akan dapat mendeteksi setiap arti dari tatapan mata yang berbicara.
Suatu waktu, limpahan kasih sayang yang tulus dari siapapun seakan-akan mampu menjadi oase yang menyejukkan ditengah2 upaya mereka untuk selalu menciptakan dunia sendiri yang nyaman dan jauh dari gangguan…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar